Situs Prasasti Pagaruyung
Batusangkar
05 okt 2017
mualim
Kabupaten
Tanah Datar, Sumatera Barat merupakan daerah yang paling kaya dengan
peninggalan prasasti dari masa Melayu Kuno sekitar abar XIII – XIV M, prasasti
– prasasti tersebut sebagian besar berasal dari Raja Adityawarman yang
memerintah sekitar awal abad sampi seperempat akhir abad XIV M. Jumlah prasasti
yang pernah ditemukan di daerah Tanah Datar sekitar 22 buah, yang tersebar di
Kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Tanjung Emas, dan Kecamatan
Lima Kaum.
Situs
Cagar Budaya Prasasti Pagaruyung
Beberapa
buah prasasti yang ditemukan di sekitar Bukit Gombak, kecamatan Tanjung Emas
telah dikumpulkan dalam suatu tempat yang kemudian disebut dengan Kompleks
Prasasti Adityawarman. Prasasti – prasasti yang ada di kompleks ini dikenal
dengan nama Prasasti Pagaruyung. Ada delapan buah prasasti yang terdapat di
kompleks ini, yaitu Prasasti Pagaruyung I, II, III, IV, V, VI, VII dan VII
Prasasti
– prasasti yang terdapat di kompleks Situs Prasasti Pagaruyung
Kompleks
prasasti ini berada dipinggir jalan raya Pagaruyung – Batusangkar, tepatnya di
Jorong Gudam, Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanah Emas, Kabupaten Tanah Datar.
Sayang sekali, lokasi asal temuan prasasti – prasasti tersebut tidak dapat
diketahui dengan pasti, demikian pula tentang riwayat penemuannya.
Tempat
ini juga dikenal dengan sebutan Batu Basurek
Berikut
ini adalah isi dari tiap – tiap prasasti yang berada dalam kompleks ini yang
penulis ambil langsung dari keterangan yang terdapat dalam situs cagar budaya
ini.
Prasasti
Pagaruyung I berangka tahun 1278 Saka atau 1356 M. Secara garis besar, Isi
prasasti Pagaruyung I berdasarkan pada struktur mencakup hal – hal penting
seperti, puji – pujian akan keagungan dan kebijaksanaan Adityawarman sebagai
raja yang banyak menguasai pengetahuan, khususnya di bidang keagamaan.
Adityawarman juga dianggap sebagai cikal bakal keluarga Dharmaraja.
Adityawarman sendiri menggunakan nama rajakula ini di dalam salah satu
gelarnya, yaitu Rajendra Maulimaniwarmmadewa.
Pada
baris ke 20 dan 21, prasasti ini menyebutkan nama penulis prasasti atau biasa
disebut Citralekha dan yang menjadi penulisnya adalah Mpungku Dharmma
Dwaja bergelar Karuna Bajra. Prasasti ini juga menyebutkan Swarnnabhumi sebagai
nama wilayah Adityawarman. Swarnnabhumi mempunyai arti tanah emas, yang
memberikan petunjuk bahwa daerah tersebut mempunyai tambang emas.
Prasasti
Pagaruyung II mempunyai tulisan yang indah dan rapi serta goresan yang cukup
dalam. Hurufnya jawa Kuno dengan bahasa Sansekerta. Isi yang terkandung dalam
prasasti ini belum dapat dijelaskan secara lengkap, karena terjemahan yang
dihasilkan meloncat – loncat. Diperkirakan prasasti ini berangka tahun 1295
Saka atau 1373.
Prasasti
Pagaruyung III memiliki pertanggalan prasasti berupa Candra Sengkala, yaitu
dware rasa bhuje rupa atau gapura, maksud, lengan, rupa. Dware bernilai 9, rasa
= 6, bhuje = 2, dan rupe = 1. Jika dibaca dari belakang menjadi 1269 saka atau
1347 M.
Pada
dasarnya penulisan Prasati Pagaruyung III dimaksudkan untuk memperingati
berdirinya suatu bangunan atau tempat suci keagamaan, yang sayangnya bangunan
yang dimaksud tidak diketahui lagi keberadaannya.
Isi
Prasasti Pagaruyung IV menyebutkan kata Sarawasa pada bari ke 9. Kaya
yang hampir sama dapat dijumpai pada Prasasti Saruaso I, yaitu Surawasan, yang
kemudian berubah menjadi Saruaso, nama sebuah nagari di Kabupaten Tanah Datar,
sekitar 7 Km dari Kota Batusangkar. Apabila pembacaan ini benar, maka sarawasa
atau Surawasa merupakan sebuah tempat atau daerah yang penting pada masa
Adityawarman
Dibandingkan
dengan prasasti lainnya, Prasasti Pagaruyung V memiliki isi yang unik karena
berisi tentang masalah taman dan di luar kelaziman prasasti – prasasti dari
Adityawarman.
Isi
dari Prasasti Pagaruyung VI adalah Om. Pagunnira tumanggung kudawira yang
berarti bahagia atas hasil kerja Tumanggung Kudawira. Artinya, prasasti ini
merupakan stempel atau cap pembuatan bagi Tumanggung Kudawira. Jabatan
tumanggung merupakan jabatan yang lazim dipakai dalam pemerintahan Singasari
dan Majapahit. Adapun nama Kudawria jelas merupakan nama seseorang, yang
berarti kuda yang gagah perwira. Dari catatan sejarah tentang ekspedisi
Pamalayu yang dijalankan Kertanegara dari Singasari, dapat diperkirakan bahwa
Kudawira ini merupakan tumanggung dari kerajaan Singasari yang ikut dalam
ekspedisi tersebut.
Prasasti
ini tidak diketahui angka tahunnya. Isi dari prasasti ini adalah suatu sumpah
atau kutukan yang ditujukan kepada orang yang mengganggu atau tidak
mengindahkan maklumat raja di dalam prasasti tersebut.
Prasasti
Pagaruyung VIII merupakan sebuah pertulisan yang dipahatkan pada sebuah artefak
lesung batu berbentuk empat persegi dengan sebuah lubang di tengahnya. Prasasti
tersebut digoreskan pada ketiga sisinya, terletak dibagian atas. Awal tulisan
dimulai pada sisi yang berbaris dua lalu dilanjutkan pada kedua sisi lainnya
dan diakhiri sisi pertama. Prasasti ini berangka tahun 1291 Saka atau 1369 M.
Isi
dari prasasti ini adalah “Om tithiwarsatitha ratu ganato hadadi jestamasa
dwidasa drta dana satata lagu nrpo kanaka jana amara wasita wasa” yang ar
tinya
bahagia, pada tahun Saka 1291 bulan Jyesta tanggal 12 (adalah) seorang raja
yang selalu ringan dalam berdana emas dan menjadi contoh bagaikan dewa yang
(berbau) harum selain itu ada juga perintah untuk “Sukhasthita” yang artinya
tertib dan selalu gembira.
Itulah
isi dari masing – masing prasasti yang ada dalam kompleks situs Prasasti
Pagaruyung, namun apa yang dituliskan dalam artikel ini hanyalah berupa
rangkumannya saja, jika anda tertarik untuk mempelajarinya lebih lanjut
silahkan langsung datang ke situs ini karena bisa menambah pengetahuan mengenai
sejarah yang pernah terjadi di Ranah Minang khususnya pada masa – masa
pemerintahan Adityawarman
sumber,jelajah sumbar.com